Hapus Pengabaian Hak, Karena Sehat Milik Semua
Sabtu, 07 Desember 2013
1
komentar
Sehat merupakan nikmat Tuhan yang tiada tara,
dengan sehat semua orang dapat beraktivitas secara lancar. Dengan sehat setiap
orang dapat merasakan indahnya hidup ini. Dengan sehat semua orang dapat merasa
dunia itu adalah aku. Tetapi ketika kesehatan itu telah direnggut oleh datangnya sebuah
penyakit, tentu saja itu akan berpengaruh kepada semua sendi-sendi kehidupan. Semua
aktivitas akan terganggu, lebih dari itu akan lumpuh. Maka tidak salah jika beredarlah
sebuah peribahasa yang berbicara sehat
itu mahal harganya.
Berbicara tentang kesehatan memang sebuah hal
yang menarik. Semua orang berharap dirinya ingin selalu sehat. Tapi disisi lain
ketika sehat itu berubah jadi sakit, tidak semua orang dapat membelinya. Harga sehat
itu hanya berlaku bagi mereka yang memiliki. Adapun bagi mereka yang kurang
(istilahnya kaum dhuafa), harga
sehat itu adalah bagaikan orang yang tidak bisa berenang hendak mengambil sebuah
benda di sebrang sana. Bukankah itu sungguh susah dan dapat dikatakan mustahil.
Inilah salah satu contoh penahanan hak yang dirasakan oleh kaum seperti mereka.
Dimanakah sehat itu, dan untuk siapakah?
Jika berbicara peraturan, memang pemerintah tidak
tinggal diam dalam mengatur semua ini. Marilah Kita lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan
Undang-Undang Nomor 36Tahun 2009
tentang kesehatan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H tertulis bahwa
:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Secara keseluruhan isi dari pasal di atas adalah
tentang hak. Disana berbunyi bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap
individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadapa kesehatannya,
dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi
penduduknya, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Tapi dalam pengimplementasiannya sungguh masih
jauh dari harapan. Meski telah ditetapkan peraturannya, masih saja sehat itu
sangat sulit didapat untuk masyarakat yang tidak mampu. Kita ambil contoh
beberapa kasus pengabaian hak-hak kesehatan
yang akhir-akhir ini marak terjadi.
Masih ingatkah kita dengan kasus yang terjadi
pada 15 Oktober 2011, Suryani, penderita kanker getah
bening ditolak Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat. Alasannya, Suryani hanya
memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Juga pada 6 Agustus
2012, seorang ibu melahirkan di teras rumahnya karena ditolak
oleh Rumah Sakit Umum Nagan Raya, Aceh. Alasannya, pihak rumah sakit tidak
memiliki obat dan dokter. Akhirnya bayi tersebut meninggal karena tidak
mendapat pertolongan medis. Bukankah ini pembunuhan hak seseorang. Dimanakah peraturan
itu, seolah-olah hanya sebuah barisan kata yang tak mempunyai makna. Contoh diatas
hanya sebagian kecil dari contoh pengabaian hak yang sering terjadi.
Jika kenyataannya demikian, berarti warga miskin tidak
boleh untuk sakit, juga tidak boleh untuk berobat. Sebenarnya ini adalah
permasalahan klasik yang perlu diluruskan. Kejadian ini seharusnya menjadi catatan
besar bagi yang berwenang untuk memperbaiki pelayanan kesehatan tersebut. Agar
pelayanan kesehatan
terhadap warga kurang mampu dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang
dituliskan pada undang-undang yang telah disebutkan diatas. Adapun ketika terjadi
pengabaian hak-hak lagi, seharusnya hukum ditegakkan sacara tegas. Karena pengabaian
terhadap hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berarti telah
melanggar undang-undang yang berlaku. Karena sejatinya sehat itu milik semua, sehat
itu hak semua, tak memandang dia kaya atau miskin, berposisi atau
tidak.
1 komentar:
setuju banget gan ama pendapatnya.
keep write :)
Posting Komentar
utarakan komentar sobat